Pengembangan Potensi Objek Wisata Pantai Serit (BAB II)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Potensi Daerah
Ada beberapa pengertian dari potensi daerah antara lain;
1)        Potensi daerah adalah kekayaan suatu daerah yg belum dikembangkan, potensi daerah itu sangat penting karena dapat menambah devisa
2)        Potensi daerah adalah suatu sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang dapat menghasilkan suatu karya.

2.2     Obyek Wisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/Negara karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjng ke suatu tempat/daerah/Negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi , 2001 : 30). Dalam Undang-Undang No.9 tahun 1990, obyek dan daya tarik wisata adalh segala yang menjadi sarana perjalanan wisata.
Menurut Mappi (2001 : 30-33) Objek wisata dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu :
1)        Objek wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan lain-lain.
2)        Objek wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat istiadat lokal, museum dan lain-lain.
3)        Objek wisata buatan, misalnya : sarana dan fasilitas olahraga, permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan lain-lain
Dalam membangun obyek wisata tersebut harus memperhatikan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah setempat, nilai-nilai agama, adat istiadat, lingkungan hidup, dan obyek wisataitu sendiri. Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha maupun Perseorangan dengan melibatkan dan bekerjasama pihak-pihak yang terkait. Menurut UU No.9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri dari :
1)        Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.
2)        Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, obyek wisata dapat diklasifikasikan menjadi dua macam wisata yaitu wisata buatan manusia dan wisata alam

2.3     Faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata
Faktor pendorong adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha atau produksi (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online). Modal kepariwisataan (torism assets) sering disebut sumber kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataaan (Setianingsih, 2006 : 39). Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedang atraksi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan. Menurut Soekadijo dalam Setianingsih (2006:39) modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga diantaranya :
1)        Modal dan potensi alam, alam merupakan salah satu faktor pendorong seorang melakukan perjalanan wisata karena ada orang berwisata hanya sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan alam, serta ingin menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya.
2)        Modal dan potensi kebudayaannnya. Yang dimaksud potensi kebudayaan disini merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan hanya meliputi seperti kesenian atau kehidupan keratin dll. Akan tetapi meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sehingga diharapkan wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat menghabiskan waktu di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya yang dianggap menarik.
3)        Modal dan potensi manusia. Manusia dapat dijadikan atraksi wisata yang berupa keunikan-keunikan adat istiadat maupun kehidupannya namun jangan sampai martabat dari manusia tersebut direndahkan sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia.

2.4     Faktor Penghambat Pengembangan Obyek Wisata
Pengembangan obyek wisata pastilah tidak lepas dengan adanya faktor-faktor penghambat. Beberapa permasalahan yang menyebabkan kurangnya daya tarik wisata obyek wisata yang ada di Kabupaten Blitar adalah belum tertatanya dengan baik berbagai macam potensi wisata maupun sarana dan prasarana obyek wisata di Kabupaten. Masih rendahnya kualitas pariwisata di Kabupaten Blitar diakibatkan karena kurangnya pengembangan, pengelolaan, dan perawatan terhadap potensi wisata. Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang pariwisata juga merupakan masih rendahnya kualitas pariwisata di Kabupaten Blitar. Hal tersebut merupakan dampak dari kurangnya alokasi anggaran dana yang diperuntukan bagi pengembangan sektor pariwisata. Kurangnya perhatian pemerintah Kabupaten untuk mengembangkan potensi wisata dan belum ditempatkannya prioritas Pemerintah Kabupaten Blitar terhadap pengembangan sektor pariwisata merupakan beberapa penyebab masih belum optimalnya usaha peningkatan kualitas pariwisata di Kabupaten Blitar.


2.5     Kerangka Berfikir


Kerangka dasar pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam pengembangan berbagai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk meningkatkan potensi pariwisata Kabupaten Blitar yang diperlukan adalah menganalisa faktor pendorong dan penghambat pengembangan Obyek Wisata Pantai Serit agar bisa membuat strategi pengembangannya sebagai langkah untuk meningkatkan PAD Kabupaten Blitar. Untuk lebih memperjelas kerangka berfikir ini, akan peneliti sajikan dalam gambar 2.1 dibawah ini :